Senin, 28 Februari 2011

PNPM, DALAM LAUTAN TANTANGAN DAN HAMBATAN


PNPM adalah salah satu program unggulan Pemerintah SBY. Dirancang dengan manajemen partisipatif dengan beberapa prinsip ideal yang telah banyak terbukti lebih berhasil dari program- program lainnya. Namun program partisipatif yang dikawal dengan rambu superketat dan wajib melibatkan masyarakat luas dalam tataran implementatif tidak semudah membalikkan tangan.
Banyak sekali tantangan dan kendala pada prakteknya. Upaya pendampingan yang maksimal berhadapan dengan rendahnya komitmen dan kualitas SDM pelaku dan masyarakat pada umumnya. Sungguh merupakan tantangan berat bagi para pendamping terutama dalam hal memanage SDM pelaku di tingkat terbawah.
Implikasinya tentu berujung pada banyaknya celah dan kelemahan dalam segala sisi.


Kewajiban melibatkan semua unsur dalam lapisan masyarakat  menjadi faktor penguat sekaligus pelemah. Bak pisau bermata dua, satu sisi memperkuat legitimasi program, satu sisi bisa menjadi alat kontrol yang tidak terkendali dan memperbesar potensi persoalan. Dilingkungan sosial yang ber SDM menengah ke atas barang kali tidak begitu menjadi persoalan, namun di lingkungan yang sebaliknya akan menjadi potensi masalah.

Sorotan banyak pihak yang kurang mengerti prosedur menjadi tantangan tersendiri, karena bagaimanapun manajemen partisipatif dalam satu sisi juga memunculkan banyak kelemahan. Nah inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendeligitimasi program dengan mempermasalahkan berbagai kekurangan yang muncul bahkan mengkriminalisasi. Sejatinya semua persoalan di PNPM dapat di selesaikan menurut versi program, karena PTO menyediakan piranti penyelesaian masalah secara komprehensif. Kecuali masalah yang secara nyata tidak dapat ditanggulangi. Namun banyak kasus yang ditangani secara proyustisia karena laporan pihak ketiga.

Disinilah perlu penguatan di semua lini, perlu juga adanya advokasi secara struktural di program PNPM. Jangan  alih-alih menuju zero corruption, program dan para pelakunya kemudian  menjadi korban. Yang seringkali terjadi adalah kasus atas laporan seseorang/ pihak ketiga yang kurang paham mekanisme program, mempunyai modus dan orientasi tertentu dengan metode investigasi yang tidak berimbang, subyektif dan cenderung sepihak kemudian diakomodir secara tidak proporsional oleh aparat berwenang. Jadilah kasus hukum......Ada gap  antara metode penyelesaian versi program dengan metode investigasi ala penyidikan. Sesuatu yang dianggap selesai menurut program dengan segala prosedurnya, belum tentu menurut penyidikan.
Barangkali terhadap persoalan baik yang sudah terjadi maupun yang masih berupa potensi perlu dilakukan pengkajian secara komprehensif dalam forum yang representatif di tingkat Kabupaten. Agar persoalan serupa tidak terjadi bagi yang belum....

Ingat jangan pernah bersikap toleran pada pihak-pihak tertentu yang menyoal program dan pelakunya yang berciri ganda. Seolah-olah menjadi kepanjangan tangan masyarakat sekaligus memposisikan diri sebagai calo dengan menawarkan solusi penyelesaian  transaksional terhadap kasus yang diangkatnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar